Kamis, 20 Oktober 2016

Contoh PTK IPS Kelas 5 SD

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Kurikulum Pengetahuan Sosial disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan Pengetahuan Sosial. Saat ini kesejahteraan bangsa tidak hanya bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, social, dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan demikian, tuntutan untuk terus  menerus memutakhirkan Pengetahuan Sosial menjadi suatu keharusan. Kompetensi Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip social, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.
Wachidi (2000) merumuskan tujuan pokok pengajaran Pengetahuan Sosial, yaitu: (a) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana bersikap terhadap benda-benda disekitarnya; (b) memberikan pengetatuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan manusia lain; (c) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan masyarakat sekitarnya; (d) memberikan pengatahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan alam sekitarnya; dan (e) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan tuhannya.
Memperhatikan tujuan yang dikandung oleh mata pelajaran Pengetahuan Sosial maka seharusnya pembelajarannya di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi, menantang, dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, murid, bahan ajar dan sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung.
Dari uraian di atas dapat diasumsikan bahwa mata pelajaran Pengetahuan Sosial mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, handal, dan bermoral semenjak dini (usia SD). Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan media dan model yang menarik, menantang, dan menyenangkan. Para guru sering kali menyampaikan materi Pengetahuan Sosial apa adanya (konvensional), sehingga pembelajaran Pengetahuan Sosial cenderung membosankan dan kurang menarik minat para siswa yang pada gilirannya prestasi belajar siswa kurang memuaskan. Akibatnya banyak kritikan yang ditujukan pada guru yang mengajarkan Pengetahuan Sosial, antara lain rendahnya daya kreasi guru dan siswa dalam pembelajaran, kurang dikuasainya materi-materi Pengetahuan Sosial, dan kurangnya variasi pembelajaran. (BSNP, 2007)
Meningkatnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, akan membuat pelajaran lebih bermakna dan berarti dalam kehidupan anak. Dikatakan demikian,  karena: 1) adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat perencanaan proses belajar mengajar, 2) adanya keterlibatan intelektual emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya, dan 3) adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam mendengarkan dan memperhatikan apa yang disajikan guru. (Acep Supriyadi, 2011)
Mengenai rendahnya hasil belajar siswa kelas V SDN Binturu Kecamatan  Kelua Kabupaten Tabalong pada pembelajaran sejarah kemerdekaan Indonesia masih dibawah standar sebagaimana yang disyaratkan kurikulum sebagai standar ketuntasan hasil belajar minimal yaitu dibawah nilai 65. Hasil ini didapat dari hasil belajar siswa selama dua tahun terakhir tahun ajaran 2008/2009, pada pokok pembahasan Sejarah Kemerdekaan Indonesia hanya memperoleh nilai rata-rata yaitu 61,23 serta pada tahun ajaran 2009/2010 60,02. Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar harus melibatkan aktivitas siswa baik secara sendiri-sendiri, maupun aktivitas kelompok dalam pembelajaran.
Menganalisa proses belajar mengajar pada intinya tertumpu pada suatu persoalan yaitu, bagaimana guru memberikan kemungkinan bagi siswa agar menjadi proses pembelajaran yang efektif supaya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.                              Ini merupakan tanggung jawab seorang pendidik dalam mengelola pembelajaran dengan baik ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif antara dua objek pembelajaran yaitu guru dan siswa.
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa tersebut adalah karena penggunaan media pembelajaran sebagai sumber belajar masih terpaku hanya pada buku teks saja. Sehingga penyampaian pembelajaran IPS selama ini bersifat monoton. Siswa hanyalah sebagai pendengar yang setia. Semuanya harus diterima oleh siswa apa yang disampaikan oleh guru. Disamping itu pula, model guru dalam mengajar dan menyampaikan materi di kelas masih kurang menarik bagi siswa.
Kenyataan ini yang menyebabkan siswa kurang terobsesi dalam menghadapi suatu pembelajaran. Pemanfaatan media konkrit akan sangat membantu peningkatan hasil belajar siswa.  Dengan media gambar dan video diharapkan akan menjadi fasilitator yang mampu memotivasi anak sehingga berakibat pada peningkatan hasil belajar. Penggunaan media gambar memiliki kelebihan, yaitu: sifatnya konkrit, dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, dapat mengatasi keterbatasan pengamatan, dan murah harganya. Adapun kelebihan dari penggunaan media video dalam pembelajaran ini adalah: di antaranya menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk. (2008: 310) dalam Saiful Amien (2010), video merupakan media yang cocok untuk pelbagai macam pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak dapat dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang dalam dekapan budaya televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit menayangkan program yang berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya beberapa menit mampu memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat mengarahkan pembelajaran secara langsung pada kebutuhan siswa.
Demikian juga halnya dengan model yang akan digunakan oleh guru. Model Bertukar Pasangan merupakan suatu model dimana pembelajaran berlangsung secara aktif. Anak akan memperoleh informasi yang lebih banyak lagi pada saat ia berganti pasangan dengan pasangan yang lain. Model ini memiliki kelebihan, yaitu: (1) siswa dilatih untuk bekerja sama, mempertahankan pendapat; dan (2) semua siswa terlibat aktif.
Agar pembelajaran Pengetahuan Sosial menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satu cara yang cukup efektif adalah dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tindakan kelas untuk membuktikan bahwa dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial yang akan berakibat pula pada meningkatnya akivitas belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa perlu untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan Media Gambar dan Video melalui Model Bertukar Pasangan untuk Siswa Kelas V Pada SDN Binturu Kabupaten Tabalong.
B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.    Apakah penggunaan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil belajar Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia kelas V semester 2 pada SDN Binturu?
b.   Bagaimana aktivitas siswa kelas V SDN Binturu dalam pembelajaran dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia?
c.   Bagaimana akivitas guru kelas V SDN Binturu dalam pembelajaran dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia?

C.      Rencana Pemecahan
Dalam merencanakan pemecahan masalah ini, penulis mengadakan suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus pada siswa kelas V SDN Binturu Kabupaten Tabalong.  Apakah siswa yang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan media gambar video melalui model bertukar pasangan mempunyai nilai lebih tinggi pada hasil tes sumatif daripada mereka yang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tanpa menggunakan media gambar video melalui model bertukar pasangan?.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia, perlu dilakukan perubahan media belajar dan model pembelajaran, yaitu media gambar dan video, dan model pembelajaran Bertukar Pasangan. Kegiatan ini nantinya akan dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 4 kali pertemuan ( 8 jam pelajaran                  @ = 35 menit ). Rencana pelaksanaan tersebut dapat dilihat pada table berikut:
Table 1. Rencana Pemecahan Masalah dalam Pelaksanaan Tindakan
Siklus
Pertemuan Ke-
Indicator
Materi
I
1
2.2.1 Menjelaskan beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan.
Usaha yang dilakukan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
2
2.2.2 Menjelaskan perlunya perumusan dasar Negara sebelum kemerdekaan
Perlunya perumusan dasar negara
Evaluasi Siklus I
2.2.1 Menjelaskan beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan.

2.2.2 Menjelaskan perlunya perumusan dasar Negara sebelum kemerdekaan
Usaha dalam yang dilakukan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

Perlunya perumusan dasar negara
II
3
2.2.3 Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
Tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan
4
2.2.4 Menunjukkan sikap menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
Menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
Evaluasi Siklus II
2.2.3 Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan

2.2.3 Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
Tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan



Menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan

Media gambar akan disajikan dalam bentuk slide, berupa gambar tokoh-tokoh dan/atau peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Sedangkan video akan ditampilkan pada saat proses pembelajaran berlangsung, anak akan mengisi LKS yang telah dibagikan sebelumnya oleh guru sambil menyimak video.
Model Bertukar Pasangan diterapkan pada saat proses Kegiatan Belajar Mengajar berlangsung. Adapun Langkah-langkah model tersebut adalah :
  1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya)
  2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
  3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
  4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
  5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula. (Ansyori Ahmad, 2008)
Batasan Masalah
Untuk menghindari makna ganda, maka dikemukakan beberapa batasan masalah sebagai berikut:
1.      Peneliti ingin menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan.
2.      Peneliti ingin mengukur hasil belajar, hasil selama proses belajar dan aktivitas selama pembelajaran, baik aktivitas siswa maupun aktivitas guru itu sendiri.
a.       Hasil belajar diperoleh dari kemampuan siswa mengerjakan soal-soal tes (pre tes dan post tes) yang diberi skor berdasarkan ketuntasan belajar klasikal (≥ 85%) dari seluruh siswa yang mencapai ketuntasan individual ( skor  ≥ 65%).
b.      Hasil selama proses pembelajaran diperoleh dari kemampuan siswa mengerjakan LKS dengan rentang nilai sebagai berikut:
·            Baik sekali (86 – 100);
·            Baik ( 66 – 85);
·            Sedang (46 – 65); dan
·            Kurang (< 40 – 45)
c.       Akivitas siswa dan guru dinilai dengan menggunakan Lembar Observasi Kegiatan Siswa dalam Belajar pada tiap kali pertemuan, dan Lembar Observasi Kegiatan Guru pada tiap kali pertemuan.
3.      Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dilaksanakan di kelas V semester 2 SDN Binturu Kabupaten Tabalong tahun pelajaran 2010/2011.

D.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1.      Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan pada kelas V semester 2 pada SDN Binturu
2.      Untuk mengetahui aktivitas siswa kelas V SDN Binturu dalam pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan
3.      Untuk mengetahui akivitas guru kelas V SDN Binturu dalam pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan




E.       Manfaat Penelitian
1.      Manfaat teoritis:
a.          Mendapatkan teori baru tentang hasil belajar dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia yang dapat ditingkatkan dengan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan.
b.         Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, melalui teknik pembelajaran yang lain.

2.      Manfaat Praktis      
Hasil penelitian ini akan bermamfaat untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar melalui penelitian tindakan kelas ( PTK ) adalah sebagai berikut :
a.          Bagi Siswa :
Perubahan guru mengajar akan berdampak langsung pada siswa mereka dapat meningkatkan hasil belajar pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia.
b.         Bagi Guru :
Sebagai informasi dan perbandingan dalam penggunaan model pembelajaran yang berorentasi pada aktivitas siswa.  Selain itu juga hal yang sangat penting dari hasil penelitian ini akan menambah kreatifitas, selalu ingin memperbaiki proses pembelajaran dan kemampuan dalam mengembangkan berbagai motivasi-motivasi pembelajaran melalui berbagai pendekatan-pendekatan, metode, model, strategi, dan model yang bervariasi.

c.          Bagi Sekolah
Merupakan bahan masukan dan sumbangan bagi sekolah dan rangka perubahan proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan sekolah, misalnya : dengan adanya peningkatkan hasil belajar siswa, memperbaiki mutu kenaikan kelas dan kelulusan. Dengan demikian akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas sekolah atau mutu pendidikan sekolah tersebut.

 BAB II
KAJIAN TEORITIK

A.    Kerangka Teori
1.      Karekteristik Siswa SD
Menurut Nasution dalam Djamarah (2002:89), mengatakan masa usia anak sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan dinilainya sejarah baru dalam kehidupan yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya.
Pada usia sekolah anak biasa dikatakan masa yang matang untuk belajar. Karena anak sudah berusaha untuk mendapatkan kesempatan melakukan aktivitasnya. Disebut juga masa matang untuk bersekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan baru, yang dapat diberikan oleh sekolah.
Para pendidik memandang pada periode usia 6-12 tahun dikatakan sebagai usia kritis dalam dorongan berprestasi. Apabila anak mengembangkan kebiasaan untuk belajar atau bekerja sesuai, dibawah, atau di atas kemampuannya, maka kebiasaan akan menetap dan cenderung mengenai semua bidang kehidupan anak, baik dalam bidang akademik maupun bidang lainnya.
Psikolog perkembangan anak memberi sebutan anak pada masa ini usia berkelompok. Pada usia ini perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompoknya. Oleh karena itu, anak ingin dan berusaha menyesuaikan diri dengan standar yang disepakati dan berlaku dalam kelompok sehingga masa anak ini disebut juga usia penyesuaian diri. Anak berusaha menyesuaikan diri dengan standar yng berlaku dalam kelompok, misalnya dalam berbicara, penampilan dan berpakaian, dan berperilaku.
Selain itu, periode ini disebut juga dengan usia bermain, karena minat dan kegiatan bermain anak semakin meluas  dengan lingkungan yang lebih bervariasi. Mereka bermain tidak lagi hanya di lingkungan keluarga dan teman disekitar rumah saja, tapi meluas dengan lingkungan dan teman-teman di sekolah. (Kurnia,2007;1-20).
Anak pada usia SD senang bermain dalam kelompoknya dengan melakukan permainan yang konstruktif dan olahraga. Mereka senang permainan olahraga, menjelajah daerah-daerah baru, mengumpulkan benda-benda tertentu,dan lain-lain. Minat dan kegiatan bermain anak yang memposisikan kedudukan anak dan penerimaan serta pengakuan dari teman-teman sebaya, ikut berperan dalam menciptakan kebahagiaan anak pada periode anak akhir.

Piaget dalam Muhibbin Syah (2002:33), anak-anak dalam rentang usia 7 – 11 tahun baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peritiwa konkrit. Memperhatikan strukturisasi perkembangan mental anak menurut Piaget, makin tinggi usia anak makin lengkap pula macam kegiatan belajar yang dapat dilakukannya. Namun kenyataannya perkembangan anak SD masih banyak berada pada tahapan transisi antara concrete operational dengan formal operational. Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak.

Mulyana Sumantri dan Nana Syaodah (2008:6.3), mengatakan bahwa karakteristik adalah senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan/memeragakan sesuatu secara langsung. Berdasarkan karakteristik siswa tersebut, hendaknya seorang guru harus merancang  model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk mengalami atau terlibat langsung dalam proses KBM, memungkinkan anak untuk bekerja dan belajar dalam kelompok, memungkinkan anak untuk dapat berpindah tempat atau bergerak tidak hanya di tempat duduk menerima pengetahuan.
2.      Karakteristik Mata Pelajaran IPS di SD
2.1  Pengertian IPS
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89 dalam Dika http://www.7generasi.co.cc/2010/04/karakteristik-dan-hakikat-ips-di-sd.html)
Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi social masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.


2.2 Rasional Mempelajari IPS
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar adalah agar siswa dapat:
a.       Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.
b.      Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
c.       Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan. Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebagai bagian suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
a.       Siapa diri saya?
b.      Pada masyarakat apa saya berada?
c.       Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
d.      Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
e.       Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa, dan jawabannya telah dirancang dalam Pengetahuan sosial secara sistematis dan komprehensip. Dengan demikian, Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan di masyarakat dan proses menuju kedewasaan.

2.3  Tujuan Mata Pelajaran IPS
Berdasarkan pada falsafah pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksuk dalam UUD 1945. Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa tujuan dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak. Berkaitaan dengan hal tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kurikulum 2006 disebutkan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.       Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;
b.      Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dala kehidupan social;
c.       Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan; dan
d.      Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Dalam kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk:
a.       mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
b.      mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
c.       membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
d.      meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a.       Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b.      Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c.       Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d.      Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
3.      Pengertian Belajar
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku akibat interaksi dengan lingkungannya (Ali, 2008:14). Belajar dapat juga  diartikan sebagai upaya perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.  Sesuatu yang dimaksud adalah objek atau materi atau informasi yang dipelajari.
Menurut Muhibbin Syah (2002:2.3), belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku invidu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Winataputra, dkk (2003:2.3), mengatakan terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar yaitu:
a.       Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir aktif dan merasakan, seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif.
b.       Perubahan Tingkah Laku
Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku atau perilaku seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya.
c.       Pengalaman
Belajar adalah mengalami dalam ari belajar terjadi dalam interaksi antara individu dengan lingkungan.
Salah satu prinsip dalam mengaktifkan siswa dalam belajar adalah “menemukan”.  Prinsip yang dimaksud adalah guru sebenarnya tak perlu menjejalkan seluruh informasi kepada siswa,.  Berilah kesempatan pada mereka untuk mencari dan menemukan informasi tersebut.  Informasi yang disampaikan guru hendaknya yang bersifat mendasar dan memancing siswa untuk menggali informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
Adapun menurut James O, Wittegen dalam Soemanto (2003:104), belajar dapat didefinisikan sebagai proses dinamakan tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan Berlow dalam Muhibbin Syah, (2003:107), mengatakan bahwa sebagian besar dari yang dipelajari manusia melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Leo Sutrisno, dkk (2007:2.24), dalam paradigma konstruktivisme, belajar dimaknai sebagai proses aktif siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, melalui interaksi dengan yang lain. Burton dalam Usman (2008:5) mengatakan, learming is a change individual due to instruction of that individual and makes him more capable of dealing adequately with his environment. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau perubahan yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku baik aspek pengetahuan, keterampilan, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa manjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin dan dari tidak sopan menjadi sopan.
Menurut Slameto, (2003), belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Skinner yang dikutir oleh Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya, bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui proses tingkah laku.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku serta keterampilan, yang muncul karena adanya usaha dan bukan dari hasil pertumbuhan dan perkembangan secara alamiah. Jadi, perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan hasil akibat dari upaya yang dilakukan secara sadar.
4.      Hakikat Pembelajaran
Hakikat pembelajaran adalah merupakan sebuah proses belajar dimana guru berfungsi sebagai transformator dan siswa sebagai mediator dengan menggunakan media dan alat peraga tertentu untuk memperjelas pemahaman suatu konsep. Selain itu mengajar dapat diartikan sebagai mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa untu melakukan kegiatan belajar.
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengajaran yang mengkondisikan seseorang untuk belajar. Pembicaraan tentang pembelajaran atau pengajaran tidak bias dipisahkan dari istilah kurikulum dan pengertiannya. Mengenai peristilahan menurut bahasa, pengajaran berarti perihal mengajarkan sesuatu. Kata pengajaran menyiratkan adanya orang yang tugasnya mengajar, di sekolah umumnya di sebut “guru”. Pengajaran lebih luas pengertiannya daripada mengajar (teaching). Pengajaran sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa. Peristiwa belajar pada siswa ini menunjukkan adanya sikap, seperti minat, perhatian, perasaan, percaya diri, dan sikap lainnya.
Jadi jelas bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya dan upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar. Dalam menyusun perangkat pembelajaran seorang guru harus berlandaskan kurikulum yang berlaku nasional. Pada tahun 2004 yang diberlakukan adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kemudian pada tahun 2006 diubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), agar pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan yang terlalu besar, maka perlu persiapan semua komponen pelaksana pendidikan khususnya guru pengajar.
Secara umum teori mendasar yang dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi: (1) Behavioris, (2) Kognitif, (3) Konstruktif.
1.        Behaviorisme
Behavioris berdasarkan pada perubahan tingkah laku, menekankan pada pola tingkah laku baru yang di ulang-ulang sampai menjadi otomatis pandangan belajar menurut akhir alvian ini adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari intereksi antara stimulus, dan respon. Pelopor teori behavioris antara lain : Thorndike (1911), Watson (1963), Clrark Hull (1943), Skinner (1968) (dikutip dari modul Belajar dan Pembelajaran, Nabisi Lapono, 2007: 1.3 – 1.11).  Ringkasan dari teori behavioris adalah sebagai berikut:
Menekan perhatian pada perubahan tingkah yang dapat diamati setelah seseorang diberi perlakuan :
1)         Perilaku dapat dikuatkan atau dihentikan melalui ganjaran atau hukuman.
2)         Pembelajaran direncanakan dengan menyusun tujuan instruksional yang yang dapat diukur atau diamati.
Guru tidak perlu tahu pengetahuan apa yang telah di ketahui dan apa yang terjadi pada proses berfikir seseorang.
2.        Kognitivisme
Merupakan teori berdasarkan pada proses berfikir, perubahan perilaku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap apa yang terjadi dalam otak perserta didik. Gagasan utama adalah perwakilan mental. Semua gagasan dan citraan (image) seseorang yang diwakili dalam struktur mental yang di sebut yang disebut skema. Skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima akan dipahami seseorang.
Jean Piaget (1975) dalam Kapita Selekta Pembelajaran (2007;4), proses belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu: (a) asimilasi, yaitu proses peryataan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa, (b) akomodasi yaitu penyelesaikan struktur kognitif kedalam situasi yang baru, (c) penyeimbangan, yaitu penyesuaian struktur antara asimilasi dan akomodasi, yaitu penyesuaian struktur  kognitif kedalam situasi yang baru, (d) penyeimbangan , yaitu penyesuaian struktur antara asumilasi dan akomodasi. Proses kejar kasus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui anak dalam hal ini Piaget membagi menjadi empat tahap yaitu tahap sensori motor (1.5 s/d 2 th) tahap Pra Operasional (2/3 s/d 7/8 th), tahap operasional (7/8 s/d 12/14 th) dan tahap operasional formal (14 th). Secara ringkas teori kognitif menekankan:
1)        Semua gagasan dan citraan ( Imege ) diwakili dalam skema.
2)        Jika informasi sesuai dengan skema akan diterima,jika tidak akan disesuaikan atau skema yang disesuaikan.
Belajar merupakan pelibatan penguasaan atau penataan kembali stuktur kognitif dimana seseorang memproses dan menyampai informasi.
3.        Konstruktivisme
Menurut Sehuman (1996), konstruksi dikemukakan dengan dasar pemikiran bahwa semua orang yang membangun pandanganya terhadap dunia melalui pengalaman individual atau skema.  Konstuktif menekankan pada kesiapan anak didik untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang menentu.
Nik  Azis  Nik  Pa  (1999)  dalam  Sharifah  Maimunah  (2001) menjelaskan tentang konstruktivisme dalam belajar seperti dikutip dalam modul Belajar dan Pembelajaran berikut ini. Konstruktivisme adalah tidak lebih daripada satu komitmen terhadap pandangan bahwa manusia membina  pengetahuan  sendiri.  Ini  bermakna  bahawa  sesuatu pengetahuan  yang  dipunyai  oleh  seseorang  individu  adalah  hasil  daripada aktiviti yang dilakukan oleh individu tersebut, dan bukan sesuatu maklumat atau pengajaran yang diterima secara pasif dari luar. Pengetahuan  tidak boleh dipindahkan daripada pemikiran  seseorang  individu kepada pemikiran  individu yang  lain.  Sebaliknya,  setiap  insan  membentuk  pengetahuan  sendiri  dengan menggunakan pengalamannya secara terpilih (Nabisi Lapono, 2007; 25).

5.      Hakikat Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
1.1  Hakikat Hasil Belajar
Menurut Ibrahim (2005) dalam Acep Supriadi (2011), hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kemampuan yang diperoleh dari belajar. Nana Sudjana berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan.
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (subsumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif). Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab para pesert didik, dan tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas. Ulangan harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Tujuan ulangan harian untuk memperbaiki modul dan program pembelajaran serta sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan nilai bagi para peserta didik.
Ada tiga indicator hasil belajar, (Acep Supriadi:2011), yaitu:
1.      Efektivitas Pembelajaran, diukur dari tingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut;
2.      Efisiensi Pembelajaran, diukur dari waktu belajar dan/atau biaya pembelajaran;
3.      Daya Tarik Pembelajaran, diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus menerus dan mandiri (learning how to learn)
Menurut Dalyono (2007:55), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar:
1.      Faktor internal yang berasal dari dalam diri,yang minat inovasi-inovasi,intelegensi, bokarta, dan cara belajar.
2.      Faktor eksternal ( luar diri ) yang meliputi : keluarga , sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.
         Tujuan pembelajaran dikenal dengan istilah taksonomi hasil belajar dikemukakan oleh Benjamin Bloom (Slameto, 2003: 76) dengan suatu hirarki sebagai berikut :
1.    Tingkat pengenalan pengetahuan.  Pada tahap ini siswa mampu mengingat kembali informasi yang telah diterima sebelumnya dengan mengidentifikasi, memilih, menyebutkan nama dan membuat daftar.
2.    Pemahaman.  Berhubungan dengan kemampuan siswa untuk menjelaskan dengan kata-kata sendiri, seperti membedakan, menjelaskan, menyimpulkan, merangkum, dan memperkirakan.
3.    Penerapan.  Kemampuan siswa untuk menggunakan atau menerapkan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi atau konteks yang lain atau yang baru.
4.    Analisis.  Kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan, dan membedakan komponen-komponen untuk melihat atau tidaknya penyimpangan.  Menunjukkan hubungan diantara berbagai gagasan tersebut dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau rosedur yang telah dipelajari.
5.    Sintesis.  Mampu mengkombinasikan bagian atau elemen kedalam satu kesatuan atau struktur yang lebih besar seperti menciptakan, mendesain, memformulasikan, dan membuat prediksi.
6.      Evaluasi.  Tingkatan paling tinggi agar mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

1.2  Hakikat Aktivitas Siswa
Aktivitas belajar akan terjadi pada diri pembelajar apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya situasi stimulus tersebut  (Anni, 2004:4). Perubahan perilaku pada diri pembelajar itu menunjukkan bahwa pembelajar telah melakukan aktivitas belajar.
Menurut Dierick (Hamalik, 2001: 82), aktivitas belajar dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu:
a. kegiatan-kegiatan visual, misalnya: membaca, melihat, gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. kegiatan-kegiatan lisan (oral), misalnya: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. kegiatan-kegiatan mendengarkan, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d. kegiatan-kegiatan menulis, misalnya: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
e.  kegiatan-kegiatan menggambar, misalnya: menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

6.      Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif mengandung beberapa unsur, yaitu: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan menjalin hubungan antarpribadi. Sedangkan menurut Muslimin Ibrahim, dan kawan-kawan (2000), unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah: (1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”; (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya; (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang  juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa berbagi kepemimpinan untuk belajar bersama; (7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johnson dan Johnson (1984) dalam Nurhadi (2003) dalam Kunandar (2010) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut:
·         Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
·         Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati
·         Memungkinkan siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan
·         Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen
·         Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
·         Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri
·         Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
·         Meningkatkan rasa harga diri (self esteem) dan penerimaan diri (self acceptance)
·         Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personel sekolah
·         Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik, tetapi juga perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi
·         Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik
Disamping kelebihan-kelebihan di atas, terdapat pula beberapa kelemahan pembelajaran kooperatif, yaitu:
·         Guru khawatir akan terjadi kekacauan/keributan di kelas
·         Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain
·         Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus berinteraksi dengan anggota kelompok
·         Banyak perasaan takut pada siswa akan tidak terbaginya secara merata atau adil akan tugas/pekerjaan yang harus diselesaikan dalam kelompok

7.      Pembelajaran Kooperatif dengan Model Bertukar Pasangan
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. (Ansyori Ahmad: 2010).  Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan nenurut Joyce (1996) dalam Ansyori Ahmad (2010) selain memiliki tujuan dan asumsi, sebuah model pembelajaran juga memiliki lima unsur karakteristik model yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas yaitu model bertukar pasangan. Model ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. (Desi, diakses pada tanggal 13 April 2010 pukul 18.30). Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban masing-masing.
Adapun langkah-langkah model ini adalah:
1.         Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya).
2.         Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3.         Setelah selesai setiap siswa yang berpasangan bergabung dengan satu pasangan lain.
4.         Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5.         Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
Kelebihan model bertukar pasangan:
1.         Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama, mempertahankan pendapat.
2.         Semua siswa terlibat.
Kekurangan model bertukar pasangan:
1.         Memerlukan waktu yang lama.
2.         Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing. (Kiranawati, Model-Model, diakses pada tanggal 13 April 2010 pukul 15.20)
8.      Hakikat Media, Media Gambar dan Video
8.1   Konsep Dasar Media dan Media Pembelajaran
Media berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha dalam penyampaian pesan. Istilah media digunakan dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.
Menurut Seel dan Richey (1994) dalam Acep Supriadi (2010), media adalah alat komunikasi, segala sesuatu yang membawa informasi, pesan-pesan dari sumber informasi kepada penerimanya mencakup film, TV, bahan cetak, radio, diagram, tabel, powerpoint, dan lain-lain. Sehingga media merupakan semua bentuk alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dengan tujuan pembelajaran.
Acep menyebutkan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran yang berfungsi untuk mempercepat pencapaian tujuan dan peningkatan kualitas pembelajaran. Dalam makalahnya beliau menyebutkan beberapa syarat media pembelajaran yaitu: (1) actual dan konkrit; (2) menarik dan mencolok; (3) representative dan komprehensif; (4) jelas dan operasional; (5) ineraktif dan komunikatif; (6) canggih, global, dan teknologis; (7) bermakna dan fresh; (8) terfokus, tepat, dan optimal; dan (9) relevan dan kreatif.
Menurut Brown (1973) dalam Acep Supriadi (2011), media pembelajaran dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Pada mulanya media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar (visual), tapi sekarang media merupakan ala yang dijadikan jembatan yang menghubungkan materi pembelajaran dengan dunia nyata dan menghadirkannya dihadapan siswa.
a.      Macam-Macam Media Pembelajaran
Macam-macam media pembelajaran, yaitu:
1)   Media Visual, contohnya: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, dan komik;
2)   Media Audio, contohnya: radio, tape recorder, laboratorium, dan lain-lain.
3)   Projected Still Media, contohnya: slide microsoft powerpoint (PPt), Liquid Crystal Display (LCD), In Focus, Over Head Projector(OHP), dan lain-lain.
4)   Media Audio Visual, contohnya: film, TV, video (VTR, VCD, DVD), computer, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Yatim Riyanto, (2011), dalam makalahnya yang berjudul Penulisan Bahan Ajar Buku/Modul, menyebutkan pengertian media adalah sesuatu yang dapat menyalurkan informasi/pesan dari sumber informasi/pesan (komunikator) ke penerima informasi/pesan (komunikan). Manfaat media pembelajaran (Kemp dan Dayton, 1985, dalam Yatim Riyanto, 2011) adalah: (1) proses pembelajaran menjadi lebih menarik; (2) proses pembelajaran menjadi lebih interaktif; dan (3) waktu pembelajaran dapat lebih efisien.
b.         Media Gambar
Diantara media pembelajaran, media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Alat peraga dapat memberi gagasan dan dorongan kepada guru dalam mengajar anak-anak di sekolah dasar. Sehingga tidak tergntung pada gambar dalam buku teks, tetapi dapat lebih kreatif dalam mengembangkan alat peraga agar para murid menjadi senang belajar tentang sejarah.
Menurut Rahadi (2003:27-28) ada beberapa karakteristik media gambar, yaitu:
1)      Harus autentik, artinya dapat menggambarkan obyek atau peristiwa seperti siswa melihat langsung
2)      Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut
3)      Ukuran gambar proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran yang sesungguhnya benda atau obyek yang digambar
4)      Memadukan antara keindahan dan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran
Menurut Basuki dan Farida (2001: 42) dalam Sriyanto (2010), mengemukakan kelebihan dan keterbatasan media gambar, yaitu:
1)      Kelebihan media gambar:
a)      Umumnya murah harganya
b)      Mudah didapat
c)      Mudah digunakan
d)     Dapat memperjelas suatu masalah
e)      Lebih realistis
f)       Dapat membantu mengatasi keterbatasan pengamatan
g)      Dapat mengatasi keterbatasan ruang
2)      Keterbatasan media gambar :
a)      Semata-mata hanya medium visual
b)      Ukuran gambar seringkali kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok besar
c)      Memerlukan ketersediaan sumber ketrampilan dan kejelian guru untuk dapat memanfaatkannya.
Sedangkan menurut Arif S. Sadiman (1992: 29) mengemukakan kelebihan dan keterbatasan media gambar adalah:
1)      Kelebihan media gambar :
a)      Sifatnya konkrit : lebih realistis menunjukkan pokok masalah yang dibandingkan dengan gambar verbal semata
b)       Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu
c)      Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita
d)     Dapat memperjelas suatu masalah kesalah pahaman dalam bidang apa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan keslah pahaman
e)      Murah harganya dan gampang di dapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus
2)      Kelemahan media gambar :
a)      Hanya menekankan persepsi indra mata
b)      Gambar benda yang terlaku kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran
c)      Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar
d)     Memerlukan keterbatasan sumber dan ketrampilan kejelian untuk dapat memanfaatkannya.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat di simpulkan fungsi dari media gambar adalah :
1)        Kelebihan media gambar
b)        Sifatnya konkrit
b)        Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu
c)        Dapat mengatasi keterbatsan pengamatan
d)       Murah harganya
2)      Keterbatasan media gambar:
a)        Hanya medium biasa
b)        Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar

c.       Media Video
1)      Pengertian Video
Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektronik yang mewakilkan gambar bergerak. Aplikasi umum di teknologi video adalah televisi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 1119) mengartikan video dengan: 1) bagian yang memancarkan gambar pada pesawat televisi; 2) rekaman gambar hidup untuk ditayangkan pada pesawat televisi. Smaldino (2008: 374) dalam Saiful Amien (2010) mengartikannya dengan “the storage of visuals and their display on television-type screen” (penyimpanan/perekaman gambar dan penanyangannya pada layar televisi).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa video itu berkenaan dengan apa yang dapat dilihat, utamanya adalah gambar hidup (bergerak; motion), proses perekamannya, dan penayangannya yang tentunya melibatkan teknologi.

Karenanya, banyak orang yang memahami video dalam dua pengertian:
1.      sebagai rekaman gambar hidup. Aplikasi umum dari video adalah televisi atau media proyektor lainnya; dan
2.      sebagai teknologi, yaitu teknologi pemrosesan sinyal elektronik mewakilkan gambar bergerak. (Saiful Amien: 2010).

2)      Kelebihan dan Kekurangan Media Video Pembelajaran
Ada banyak kelebihan video ketika digunakan sebagai media pembelajaran di antaranya menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk (2008: 310), video merupakan media yang cocok untuk pelbagai macam pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak dapat dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang dalam dekapan budaya televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit menayangkan program yang berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya beberapa menit mampu memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat mengarahkan pembelajaran secara langsung pada kebutuhan siswa.
Selain itu, menurut Smaldino sendiri, pembelajaran dengan video multi-suara bisa ditujukan bagi beragam tipe pebelajar. Teks bisa didisplay dalam aneka bahasa untuk menjelaskan isi video. Beberapa DVD bahkan menawarkan kemampuan memperlihatkan suatu objek dari pelbagai sudut pandang yang berbeda. Disc juga memberikan fasilitas indeks pencarian melalui judul, topik, jejak atau kode-waktu untuk pencarian yang lebih cepat.
Video juga bisa dimanfaatkan untuk hampir semua topik, tipe pebelajar, dan setiap ranah: kognitif, afektif, psikomotorik, dan interpersonal. Pada ranah kognitif, pebelajar bisa mengobservasi rekreasi dramatis dari kejadian sejarah masa lalu dan rekaman aktual dari peristiwa terkini, karena unsur warna, suara dan gerak di sini mampu membuat karakter berasa lebih hidup. Selain itu menonton video, setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi ajar.
Pada ranah afektif, video dapat memperkuat siswa dalam merasakan unsur emosi dan penyikapan dari pembelajaran yang efektif. Membuat mereka tertawa terbahak-bahak (atau hanya tersenyum) karena gembira, atau sebaliknya menangis berurai air mata karena sedih. Dan lebih dari itu, menggiring mereka pada penyikapan seperti menolak ketidakadilan, atau sebaliknya pemihakan kepada yang tertindas.
Pada ranah psikomotorik, video memiliki keunggulan dalam memperlihatkan bagaimana sesuatu bekerja. Misalnya dalam mendemonstrasikan bagaimana tatacara merangkai bunga, membuat origami pada anak-anak TK, atau memasak pada pelajaran tataboga dan lain sebagainya. Semua itu akan terasa lebih simpel, mendetail, dan bisa diulang-ulang. Video pembelajaran yang merekam kegiatan motorik siswa juga memberikan kesempatan pada mereka untuk mengamati dan mengevaluasi kerja praktikum mereka, baik secara pribadi maupun feedback dari teman-temannya.
Sedangkan pada ranah meningkatkan kompetensi interpersonal, video memberikan kesempatan pada mereka untuk mendiskusikan apa yang telah mereka saksikan secara berjama’ah. Misalnya tentang resolusi konflik dan hubungan antar sesama, mereka bisa saling mengobservasi dan menganalisis sebelum menyaksikan tayangan video. Lebih dari itu, manfaat dan karakteristik lain dari media video atau film dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses pembelajaran, di antaranya adalah (Munadi, 2008: 127; Smaldino, 2008: 311-312):

·         Mengatasi jarak dan waktu

·         Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis dalam waktu yang singkat

·         Dapat membawa siswa berpetualang dari negara satu ke negara lainnya, dan dari masa yang satu ke masa yang lain.

·         Dapat diulang-ulang bila perlu untuk menambah kejelasan

·         Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat.

·         Megembangkan pikiran dan pendapat para siswa

·         Mengembangkan imajinasi

·         Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan penjelasan yang lebih realistik

·         Mampu berperan sebagai media utama untuk mendokumentasikan realitas sosial yang akan dibedah di dalam kelas

·         Mampu berperan sebagai storyteller yang dapat memancing kreativitas peserta didik dalam mengekspresikan gagasannya.

Selain kelebihan, video/film juga memiliki kekurangan, di antaranya: sebagaimana media audio-visual yang lain, video juga terlalu menekankan pentingnya materi ketimbang proses pengembangan materi tersebut; pemanfaatan media ini juga terkesan memakan biaya tidak murah, dan penanyangannya juga terkait peralatan lainnya seperi videoplayer, layar bagi kelas besar beserta LCDnya, dan lain-lain.
B.     Kerangka Berpikir
a.         Kondisi awal 
Hasil belajar siswa rendah, guru kurang memfasilitasi aktivitas siswa dan aktivitas kelompok dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial, siswa masih pasif dalam menerima pembelajaran, kinerja siswa kurang memuaskan dalam pembelajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa perlu ditingkatkan melalui peningkatan proses pembelajaran dengan menggunakan media yang relevan dan model yang menarik.
b.         Tindakan
Menerapkan pembelajaran Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan media gambar dan video melalui model Bertukar Pasangan yang akan dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus. Setiap siklus akan dilakukan sebanyak 2 x pertemuan, dengan alokasi waktu 30 menit per jam pelajaran. 
c.          Kondisi Akhir 
Yang diharapkan dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan dalam hasil belajar siswa baik sendiri maupun kelompok, serta hasil belajar melalui media gambar dan video.





Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan kerangka berpikir sebagai berikut: ”diduga dengan media gambar dan video melalui model Bertukar Pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia pada kelas V Semester 2 SDN Binturu Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2010/2011”.
C.      Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah ”Penggunaan Media Gambar dan Video melalui Model Bertukar Pasangan dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia Kelas V Semester 2 SDN Binturu Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2010/2011”. 
BAB V
PENUTUP

A.   Kesimpulan
                     Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil belajar, meningkat dengan signifikansi hasilnya dapat dilihat dari indicator sebagai berikut:
1.         Hasil belajar siswa kelas V semester 2 SDN Binturu Kecamatan Kelua.pada mata pelajaran IPS materi tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia mengalami peningkatan dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan
2.         Aktivitas siswa kelas V semester 2 SDN Binturu pada pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia mengalami peningkatan dengan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan.
3.         Aktivitas guru pada pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia mengalami peningkatan kefektifannya dalam mengelola pembelajaran dengan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan.

B.   Saran-Saran
                     Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran antara lain  :
1.    Dalam melaksanakan pembelajaran yang menggunakan model bertukar pasangan dengan media gambar dan video, hendaknya guru lebih memperhatikan aktivitas siswa agar sepenuhnya dapat berada dalam suasana pembelajaran, lebih banyak bertanya jawab dan memberikan penghargaan kepada siswa. Serta lebih efektif lagi mengalokasikan waktu supaya waktu yang digunakan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
2.    Kepada siswa disarankan agar terus belajar mencari informasi terlebih lagi saat berkelompok/berpasangan dalam menyelesaikan tugas, gunakan waktu pada saat bertukar pasangan sebaik-baiknya untuk memperoleh informasi yang diperlukan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
4.    Kepada guru IPS untuk menjadikan pembelajaran dengan menggunakan model bertukar pasangan melalui media gambar dan video sebagai alternative dalam melaksanakan pembelajaran khususnya pada materi tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia.
3.    Kepada Kepala Sekolah diharapkan agar selalu memberikan bimbingan melalui kegiatan supervise pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, dan pada akhirnya akan berakibat pula pada meningkatnya kualitas pendidikan sekolah.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar