BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kurikulum
Pengetahuan Sosial disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan Pengetahuan
Sosial. Saat ini kesejahteraan bangsa tidak hanya bersumber pada sumber daya
alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual,
social, dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan demikian, tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan Pengetahuan Sosial
menjadi suatu keharusan. Kompetensi Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan
hidup, penguasaan prinsip-prinsip social, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan
sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.
Wachidi (2000)
merumuskan tujuan pokok pengajaran Pengetahuan Sosial, yaitu: (a) memberikan
pengetahuan kepada manusia bagaimana bersikap terhadap benda-benda
disekitarnya; (b) memberikan pengetatuan kepada manusia bagaimana cara
berhubungan dengan manusia lain; (c) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana
cara berhubungan dengan masyarakat sekitarnya; (d) memberikan pengatahuan
kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan alam sekitarnya; dan (e)
memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan
tuhannya.
Memperhatikan
tujuan yang dikandung oleh mata pelajaran Pengetahuan Sosial maka seharusnya
pembelajarannya di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi,
menantang, dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan belajar mengajar
mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti guru, murid, bahan
ajar dan sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan berlangsung.
Dari uraian di
atas dapat diasumsikan bahwa mata pelajaran Pengetahuan Sosial mempunyai nilai
yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul,
handal, dan bermoral semenjak dini (usia SD). Hal yang menjadi hambatan selama
ini dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah disebabkan kurang dikemasnya
pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan media dan model yang menarik, menantang,
dan menyenangkan. Para guru sering kali menyampaikan materi Pengetahuan Sosial
apa adanya (konvensional), sehingga pembelajaran Pengetahuan Sosial cenderung membosankan
dan kurang menarik minat para siswa yang pada gilirannya prestasi belajar siswa
kurang memuaskan. Akibatnya banyak kritikan yang ditujukan pada guru yang
mengajarkan Pengetahuan Sosial, antara lain rendahnya daya kreasi guru dan
siswa dalam pembelajaran, kurang dikuasainya materi-materi Pengetahuan Sosial,
dan kurangnya variasi pembelajaran. (BSNP, 2007)
Meningkatnya aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran, akan membuat pelajaran lebih bermakna dan berarti dalam
kehidupan anak. Dikatakan demikian,
karena: 1) adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat
perencanaan proses belajar mengajar, 2) adanya keterlibatan intelektual
emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya, dan 3) adanya
keikutsertaan siswa secara kreatif dalam mendengarkan dan memperhatikan apa
yang disajikan guru. (Acep Supriyadi, 2011)
Mengenai
rendahnya hasil belajar siswa kelas V SDN Binturu Kecamatan Kelua Kabupaten Tabalong pada pembelajaran
sejarah kemerdekaan Indonesia masih dibawah standar sebagaimana yang
disyaratkan kurikulum
sebagai standar ketuntasan hasil
belajar minimal yaitu dibawah nilai 65. Hasil ini didapat dari hasil belajar
siswa selama dua tahun terakhir tahun ajaran 2008/2009, pada pokok pembahasan Sejarah
Kemerdekaan Indonesia hanya memperoleh nilai rata-rata yaitu 61,23 serta pada
tahun ajaran 2009/2010 60,02. Untuk meningkatkan proses dan hasil belajar harus melibatkan
aktivitas siswa baik secara sendiri-sendiri, maupun aktivitas kelompok dalam
pembelajaran.
Menganalisa
proses belajar mengajar pada intinya tertumpu pada suatu persoalan yaitu,
bagaimana guru memberikan kemungkinan bagi siswa agar menjadi proses
pembelajaran yang efektif supaya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ini merupakan
tanggung jawab seorang pendidik dalam mengelola pembelajaran dengan baik
ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif antara dua objek pembelajaran
yaitu guru dan siswa.
Salah
satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa tersebut adalah karena penggunaan
media pembelajaran sebagai sumber belajar masih terpaku hanya pada buku teks
saja. Sehingga penyampaian pembelajaran IPS selama ini bersifat monoton. Siswa
hanyalah sebagai pendengar yang setia. Semuanya harus diterima oleh siswa apa
yang disampaikan oleh
guru. Disamping itu pula, model guru dalam mengajar dan menyampaikan materi di
kelas masih kurang menarik bagi siswa.
Kenyataan
ini yang menyebabkan siswa kurang terobsesi dalam menghadapi suatu
pembelajaran. Pemanfaatan media konkrit akan sangat membantu peningkatan hasil
belajar siswa. Dengan media gambar dan
video diharapkan akan menjadi fasilitator yang mampu memotivasi anak sehingga
berakibat pada peningkatan hasil belajar. Penggunaan media gambar memiliki
kelebihan, yaitu: sifatnya konkrit, dapat mengatasi keterbatasan ruang dan
waktu, dapat mengatasi keterbatasan pengamatan, dan murah harganya. Adapun
kelebihan dari penggunaan media video dalam pembelajaran ini adalah: di antaranya
menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk. (2008: 310) dalam Saiful Amien (2010),
video merupakan media yang cocok untuk pelbagai macam pembelajaran, seperti
kelas, kelompok kecil, bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak
dapat dilepaskan dari kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang dalam
dekapan budaya televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit menayangkan
program yang berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya beberapa menit
mampu memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat mengarahkan pembelajaran
secara langsung pada kebutuhan siswa.
Demikian
juga halnya dengan model yang akan digunakan oleh guru. Model Bertukar Pasangan
merupakan suatu model dimana pembelajaran berlangsung secara aktif. Anak akan
memperoleh informasi yang lebih banyak lagi pada saat ia berganti pasangan
dengan pasangan yang lain. Model ini memiliki kelebihan, yaitu: (1) siswa
dilatih untuk bekerja sama, mempertahankan pendapat; dan (2) semua siswa
terlibat aktif.
Agar
pembelajaran Pengetahuan Sosial menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAKEM), dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah
satu cara yang cukup efektif adalah dengan menggunakan media gambar dan video
melalui model bertukar pasangan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian
tindakan kelas untuk membuktikan bahwa dengan menggunakan media gambar dan
video melalui model bertukar pasangan tersebut dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial yang akan berakibat pula pada
meningkatnya akivitas belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti
merasa perlu untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPS tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan
Media Gambar dan Video melalui Model Bertukar Pasangan untuk Siswa Kelas V Pada
SDN Binturu Kabupaten Tabalong “.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di
atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah penggunaan media
gambar dan video melalui model bertukar pasangan dalam proses belajar dapat meningkatkan hasil
belajar Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia kelas V
semester 2 pada SDN Binturu?
b.
Bagaimana aktivitas siswa kelas V SDN Binturu
dalam pembelajaran dengan menggunakan media
gambar dan video melalui model bertukar pasangan tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia?
c.
Bagaimana akivitas guru kelas V SDN Binturu
dalam pembelajaran dengan menggunakan media
gambar dan video melalui model bertukar pasangan tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia?
C.
Rencana Pemecahan
Dalam
merencanakan pemecahan masalah ini, penulis mengadakan suatu penelitian dengan
menggunakan pendekatan tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus pada siswa
kelas V SDN Binturu Kabupaten Tabalong.
Apakah siswa yang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan media
gambar video melalui model bertukar pasangan mempunyai nilai lebih tinggi pada
hasil tes sumatif daripada mereka yang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tanpa
menggunakan media gambar video melalui model bertukar pasangan?.
Untuk
meningkatkan hasil belajar siswa tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia, perlu
dilakukan perubahan media belajar dan model pembelajaran, yaitu media gambar
dan video, dan model pembelajaran Bertukar Pasangan. Kegiatan ini nantinya akan
dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 4 kali pertemuan ( 8 jam pelajaran @ = 35 menit ). Rencana pelaksanaan tersebut
dapat dilihat pada table berikut:
Table
1. Rencana Pemecahan Masalah dalam Pelaksanaan Tindakan
Siklus
|
Pertemuan
Ke-
|
Indicator
|
Materi
|
I
|
1
|
2.2.1
Menjelaskan beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan.
|
Usaha yang
dilakukan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
|
2
|
2.2.2
Menjelaskan perlunya perumusan dasar Negara sebelum kemerdekaan
|
Perlunya
perumusan dasar negara
|
|
Evaluasi
Siklus I
|
2.2.1
Menjelaskan beberapa usaha dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan.
2.2.2
Menjelaskan perlunya perumusan dasar Negara sebelum kemerdekaan
|
Usaha dalam
yang dilakukan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
Perlunya
perumusan dasar negara
|
|
II
|
3
|
2.2.3
Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
|
Tokoh-tokoh
persiapan kemerdekaan
|
4
|
2.2.4
Menunjukkan sikap menghargai jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
|
Menghargai
jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
|
|
Evaluasi
Siklus II
|
2.2.3
Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
2.2.3
Mengidentifikasi peranan beberapa tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
|
Tokoh-tokoh persiapan
kemerdekaan
Menghargai
jasa para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
|
Media
gambar akan disajikan dalam bentuk slide, berupa gambar tokoh-tokoh dan/atau
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Sedangkan video akan ditampilkan pada saat proses pembelajaran berlangsung,
anak akan mengisi LKS yang telah dibagikan sebelumnya oleh guru sambil menyimak
video.
Model Bertukar Pasangan
diterapkan pada saat proses Kegiatan Belajar Mengajar berlangsung. Adapun Langkah-langkah
model tersebut adalah :
- Setiap
siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya)
- Guru
memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
- Setelah
selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
- Kedua
pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini
saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
- Temuan
baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada
pasangan semula. (Ansyori Ahmad, 2008)
Batasan Masalah
Untuk menghindari makna ganda, maka dikemukakan beberapa batasan masalah
sebagai berikut:
1. Peneliti ingin menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar
pasangan.
2. Peneliti ingin mengukur hasil belajar, hasil selama proses belajar dan
aktivitas selama pembelajaran, baik aktivitas siswa maupun aktivitas guru itu
sendiri.
a. Hasil belajar diperoleh dari kemampuan siswa mengerjakan soal-soal tes
(pre tes dan post tes) yang diberi skor berdasarkan ketuntasan belajar klasikal
(≥ 85%) dari seluruh siswa yang mencapai ketuntasan individual ( skor ≥ 65%).
b. Hasil selama proses pembelajaran diperoleh dari kemampuan siswa
mengerjakan LKS dengan rentang nilai sebagai berikut:
·
Baik sekali (86 – 100);
·
Baik ( 66 – 85);
·
Sedang (46 – 65); dan
·
Kurang (< 40 – 45)
c. Akivitas siswa dan guru dinilai dengan menggunakan Lembar Observasi
Kegiatan Siswa dalam Belajar pada tiap kali pertemuan, dan Lembar Observasi
Kegiatan Guru pada tiap kali pertemuan.
3. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dilaksanakan di kelas V semester
2 SDN Binturu Kabupaten Tabalong tahun pelajaran 2010/2011.
D.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan pada kelas V semester 2 pada SDN Binturu
2.
Untuk mengetahui aktivitas siswa kelas V SDN
Binturu dalam pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan
3.
Untuk mengetahui akivitas guru kelas V SDN
Binturu dalam pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar pasangan
E.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat teoritis:
a.
Mendapatkan teori baru tentang hasil belajar dalam pembelajaran
Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia yang dapat ditingkatkan dengan media gambar dan video melalui model
bertukar pasangan.
b.
Sebagai
dasar untuk penelitian selanjutnya, melalui teknik pembelajaran yang lain.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini
akan bermamfaat untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar melalui
penelitian tindakan kelas ( PTK ) adalah sebagai berikut :
a.
Bagi
Siswa :
Perubahan
guru mengajar akan berdampak langsung pada siswa mereka dapat meningkatkan
hasil belajar pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya tentang Sejarah
Kemerdekaan Indonesia.
b.
Bagi
Guru :
Sebagai
informasi dan perbandingan dalam penggunaan model pembelajaran yang berorentasi
pada aktivitas siswa. Selain itu juga
hal yang sangat penting dari hasil penelitian ini akan menambah kreatifitas,
selalu ingin memperbaiki proses pembelajaran dan kemampuan dalam mengembangkan
berbagai motivasi-motivasi pembelajaran melalui berbagai pendekatan-pendekatan,
metode, model, strategi, dan model yang bervariasi.
c.
Bagi
Sekolah
Merupakan
bahan masukan dan sumbangan bagi sekolah dan rangka perubahan proses pembelajaran
dan meningkatkan mutu pendidikan sekolah, misalnya : dengan adanya peningkatkan
hasil belajar siswa, memperbaiki mutu kenaikan kelas dan kelulusan. Dengan demikian
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas sekolah atau mutu
pendidikan sekolah tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Kerangka Teori
1.
Karekteristik Siswa SD
Menurut Nasution dalam Djamarah (2002:89),
mengatakan masa usia anak sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung
dari usia enam tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah
dasar dan dinilainya sejarah baru dalam kehidupan yang kelak akan mengubah
sikap-sikap dan tingkah lakunya.
Pada usia sekolah anak biasa dikatakan
masa yang matang untuk belajar. Karena anak sudah berusaha untuk mendapatkan
kesempatan melakukan aktivitasnya. Disebut juga masa matang untuk bersekolah,
karena anak sudah menginginkan kecakapan baru, yang dapat diberikan oleh
sekolah.
Para
pendidik memandang pada periode usia 6-12 tahun dikatakan sebagai usia kritis
dalam dorongan berprestasi. Apabila anak mengembangkan kebiasaan untuk belajar
atau bekerja sesuai, dibawah, atau di atas kemampuannya, maka kebiasaan akan
menetap dan cenderung mengenai semua bidang kehidupan anak, baik dalam bidang
akademik maupun bidang lainnya.
Psikolog perkembangan anak memberi
sebutan anak pada masa ini usia berkelompok. Pada usia ini perhatian utama anak
tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota
kelompoknya. Oleh karena itu, anak ingin dan berusaha menyesuaikan diri dengan
standar yang disepakati dan berlaku dalam kelompok sehingga masa anak ini
disebut juga usia penyesuaian diri. Anak berusaha menyesuaikan diri dengan
standar yng berlaku dalam kelompok, misalnya dalam berbicara, penampilan dan
berpakaian, dan berperilaku.
Selain itu, periode ini disebut juga
dengan usia bermain, karena minat dan kegiatan bermain anak semakin meluas dengan lingkungan yang lebih bervariasi.
Mereka bermain tidak lagi hanya di lingkungan keluarga dan teman disekitar
rumah saja, tapi meluas dengan lingkungan dan teman-teman di sekolah.
(Kurnia,2007;1-20).
Anak pada usia SD senang bermain dalam
kelompoknya dengan melakukan permainan yang konstruktif dan olahraga. Mereka
senang permainan olahraga, menjelajah daerah-daerah baru, mengumpulkan
benda-benda tertentu,dan lain-lain. Minat dan kegiatan bermain anak yang
memposisikan kedudukan anak dan penerimaan serta pengakuan dari teman-teman
sebaya, ikut berperan dalam menciptakan kebahagiaan anak pada periode anak
akhir.
Piaget dalam Muhibbin Syah
(2002:33), anak-anak dalam rentang usia 7 – 11 tahun baru mampu berfikir
sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peritiwa konkrit. Memperhatikan
strukturisasi perkembangan mental anak menurut Piaget, makin tinggi usia anak
makin lengkap pula macam kegiatan belajar yang dapat dilakukannya. Namun
kenyataannya perkembangan anak SD masih banyak berada pada tahapan transisi
antara concrete operational dengan formal operational. Dengan karakteristik
siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas
perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan
baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa
sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih
bermakna bagi anak.
Mulyana Sumantri dan Nana Syaodah (2008:6.3), mengatakan bahwa
karakteristik adalah senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang
merasakan atau melakukan/memeragakan sesuatu secara langsung. Berdasarkan
karakteristik siswa tersebut, hendaknya seorang guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
untuk mengalami atau terlibat langsung dalam proses KBM, memungkinkan anak
untuk bekerja dan belajar dalam kelompok, memungkinkan anak untuk dapat
berpindah tempat atau bergerak tidak hanya di tempat duduk menerima
pengetahuan.
2.
Karakteristik Mata Pelajaran IPS di SD
2.1 Pengertian IPS
IPS
merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin
ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89
dalam Dika http://www.7generasi.co.cc/2010/04/karakteristik-dan-hakikat-ips-di-sd.html)
Dimasa
yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan
masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata
pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis terhadap kondisi social masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis.
Mata
pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses
pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.
Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman
yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
2.2 Rasional Mempelajari IPS
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk
jenjang pendidikan dasar adalah agar siswa dapat:
a. Mensistematisasikan bahan, informasi,
dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya
menjadi lebih bermakna.
b. Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai
masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
c. Mempertinggi rasa toleransi dan
persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada
kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai
SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi
Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan. Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebagai
bagian suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
a. Siapa diri saya?
b. Pada masyarakat apa saya berada?
c. Persyaratan-persyaratan apa yang
diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan
bangsa?
d. Apa artinya menjadi anggota masyarakat
bangsa dan dunia?
e. Bagaimanakah kehidupan manusia dan
masyarakat berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus
dijawab oleh setiap siswa, dan jawabannya telah dirancang dalam Pengetahuan
sosial secara sistematis dan komprehensip. Dengan demikian, Pengetahuan Sosial
diperlukan bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan di masyarakat dan proses
menuju kedewasaan.
2.3 Tujuan Mata Pelajaran IPS
Berdasarkan pada falsafah pengetahuan
dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksuk dalam
UUD 1945. Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa tujuan dari
pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan
kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan
dihadapi anak. Berkaitaan dengan hal tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam
kurikulum 2006 disebutkan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.
Mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;
b.
Memiliki
kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dala kehidupan social;
c.
Memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan; dan
d.
Memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di
tingkat lokal, nasional, dan global.
Dalam kurikulum 2004 untuk tingkat
SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004),
bertujuan untuk:
a. mengajarkan konsep-konsep dasar
sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan
psikologis.
b. mengembangkan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
c. membangun komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
d.
meningkatkan
kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik
secara nasional maupun global.
Ada 5 macam sumber materi IPS
antara lain:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada
dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan
sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya: mata
pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi
segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak
yang terdekat sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan
kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai
yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
3. Pengertian Belajar
Secara umum belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses perubahan perilaku akibat interaksi dengan lingkungannya
(Ali, 2008:14). Belajar dapat
juga diartikan sebagai upaya perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan
lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Sesuatu yang dimaksud
adalah objek atau materi atau informasi yang dipelajari.
Menurut
Muhibbin Syah (2002:2.3), belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan
tingkah laku invidu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Winataputra,
dkk (2003:2.3), mengatakan terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar
yaitu:
a.
Proses
Belajar
adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir aktif dan merasakan,
seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif.
b.
Perubahan Tingkah
Laku
Hasil
belajar berupa perubahan tingkah laku atau perilaku seseorang yang belajar akan
berubah atau bertambah perilakunya.
c.
Pengalaman
Belajar
adalah mengalami dalam ari belajar terjadi dalam interaksi antara individu
dengan lingkungan.
Salah satu prinsip
dalam mengaktifkan siswa dalam belajar adalah “menemukan”. Prinsip yang dimaksud adalah guru sebenarnya
tak perlu menjejalkan seluruh informasi kepada siswa,. Berilah kesempatan pada mereka untuk mencari
dan menemukan informasi tersebut.
Informasi yang disampaikan guru hendaknya yang bersifat mendasar dan
memancing siswa untuk menggali informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas
tidak membosankan bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
Adapun menurut James O, Wittegen
dalam Soemanto (2003:104), belajar
dapat didefinisikan sebagai proses dinamakan tingkah laku yang ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan Berlow dalam Muhibbin Syah,
(2003:107), mengatakan bahwa sebagian besar dari yang dipelajari manusia
melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling).
Leo Sutrisno, dkk (2007:2.24),
dalam paradigma konstruktivisme, belajar dimaknai sebagai proses aktif siswa
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, melalui interaksi dengan
yang lain. Burton
dalam Usman (2008:5) mengatakan, learming
is a change individual due to instruction of that individual and makes him more
capable
of dealing adequately with his environment. Dalam
pengertian ini terdapat kata change
atau perubahan yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses belajar, akan
mengalami perubahan tingkah laku baik aspek
pengetahuan, keterampilan, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa manjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti,
dari ragu-ragu menjadi yakin dan dari tidak
sopan menjadi sopan.
Menurut Slameto, (2003), belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut
Skinner yang dikutir oleh Dimyati dan Mudjiono dalam bukunya, bahwa belajar
merupakan hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui proses
tingkah laku.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku serta keterampilan, yang muncul karena adanya usaha dan bukan dari
hasil pertumbuhan dan perkembangan secara alamiah. Jadi, perubahan tingkah laku
yang terjadi merupakan hasil akibat dari upaya yang dilakukan secara sadar.
4.
Hakikat Pembelajaran
Hakikat pembelajaran adalah merupakan sebuah proses belajar dimana guru
berfungsi sebagai transformator dan siswa sebagai mediator dengan menggunakan
media dan alat peraga tertentu untuk memperjelas pemahaman suatu konsep. Selain
itu mengajar dapat diartikan sebagai mengatur dan mengorganisasikan lingkungan
yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa untu
melakukan kegiatan belajar.
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengajaran yang
mengkondisikan seseorang untuk belajar. Pembicaraan tentang pembelajaran atau
pengajaran tidak bias dipisahkan dari istilah kurikulum dan pengertiannya.
Mengenai peristilahan menurut bahasa, pengajaran berarti perihal mengajarkan
sesuatu. Kata pengajaran menyiratkan adanya orang yang tugasnya mengajar, di
sekolah umumnya di sebut “guru”. Pengajaran lebih luas pengertiannya daripada
mengajar (teaching). Pengajaran
sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa.
Peristiwa belajar pada siswa ini menunjukkan adanya sikap, seperti minat,
perhatian, perasaan, percaya diri, dan sikap lainnya.
Jadi jelas bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah pelaksanaan dari
kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu
kepada siswa dengan segala daya dan upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan
aktivitas belajar. Dalam menyusun perangkat pembelajaran seorang guru harus
berlandaskan kurikulum yang berlaku nasional. Pada tahun 2004 yang diberlakukan
adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kemudian pada tahun 2006 diubah
menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), agar pelaksanaannya tidak
mengalami kesulitan yang terlalu besar, maka perlu persiapan semua komponen
pelaksana pendidikan khususnya guru pengajar.
Secara umum teori mendasar yang
dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi:
(1) Behavioris, (2) Kognitif, (3) Konstruktif.
1.
Behaviorisme
Behavioris
berdasarkan pada perubahan tingkah laku, menekankan pada pola tingkah laku baru
yang di ulang-ulang sampai menjadi otomatis pandangan belajar menurut akhir
alvian ini adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari intereksi
antara stimulus, dan respon.
Pelopor teori behavioris antara lain
: Thorndike (1911), Watson
(1963), Clrark Hull (1943),
Skinner (1968) (dikutip dari modul Belajar dan Pembelajaran, Nabisi Lapono,
2007: 1.3 – 1.11). Ringkasan dari teori behavioris adalah sebagai berikut:
Menekan perhatian pada perubahan
tingkah yang dapat diamati setelah seseorang diberi perlakuan :
1)
Perilaku
dapat dikuatkan atau dihentikan melalui ganjaran atau hukuman.
2)
Pembelajaran
direncanakan dengan menyusun tujuan instruksional yang yang dapat diukur atau
diamati.
Guru
tidak perlu tahu pengetahuan apa yang telah di ketahui dan apa yang terjadi
pada proses berfikir seseorang.
2.
Kognitivisme
Merupakan teori berdasarkan pada
proses berfikir, perubahan perilaku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap apa yang
terjadi dalam otak perserta didik. Gagasan utama adalah perwakilan mental. Semua gagasan dan
citraan (image)
seseorang yang diwakili dalam struktur mental yang di sebut yang disebut skema.
Skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima akan
dipahami seseorang.
Jean Piaget (1975) dalam Kapita
Selekta Pembelajaran (2007;4), proses belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu:
(a) asimilasi, yaitu proses peryataan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa, (b) akomodasi yaitu penyelesaikan struktur kognitif kedalam situasi
yang baru, (c) penyeimbangan, yaitu penyesuaian struktur antara asimilasi dan
akomodasi, yaitu penyesuaian struktur
kognitif kedalam situasi yang baru, (d) penyeimbangan , yaitu
penyesuaian struktur antara asumilasi dan akomodasi. Proses kejar kasus
disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui anak dalam hal ini Piaget membagi menjadi empat tahap yaitu
tahap sensori motor (1.5 s/d 2 th) tahap Pra Operasional (2/3 s/d 7/8 th), tahap operasional (7/8
s/d 12/14 th) dan tahap operasional formal (14 th). Secara ringkas teori kognitif
menekankan:
1)
Semua
gagasan dan citraan ( Imege ) diwakili dalam skema.
2)
Jika
informasi sesuai dengan skema akan diterima,jika tidak akan disesuaikan atau
skema yang disesuaikan.
Belajar
merupakan pelibatan penguasaan atau penataan kembali stuktur kognitif dimana
seseorang memproses dan menyampai informasi.
3.
Konstruktivisme
Menurut Sehuman (1996),
konstruksi dikemukakan dengan dasar pemikiran bahwa semua orang yang membangun
pandanganya terhadap dunia melalui pengalaman individual atau skema. Konstuktif menekankan pada kesiapan anak
didik untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang menentu.
Nik Azis
Nik Pa (1999)
dalam Sharifah Maimunah
(2001) menjelaskan tentang konstruktivisme dalam belajar seperti dikutip
dalam modul Belajar dan Pembelajaran berikut ini. Konstruktivisme adalah tidak
lebih daripada satu komitmen terhadap pandangan bahwa manusia membina pengetahuan
sendiri. Ini bermakna
bahawa sesuatu pengetahuan yang
dipunyai oleh seseorang
individu adalah hasil
daripada aktiviti yang dilakukan oleh individu tersebut, dan bukan
sesuatu maklumat atau pengajaran yang diterima secara pasif dari luar.
Pengetahuan tidak boleh dipindahkan daripada
pemikiran seseorang individu kepada pemikiran individu yang
lain. Sebaliknya, setiap
insan membentuk pengetahuan
sendiri dengan menggunakan
pengalamannya secara terpilih (Nabisi Lapono, 2007; 25).
5.
Hakikat Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
1.1
Hakikat Hasil Belajar
Menurut Ibrahim (2005) dalam Acep Supriadi (2011), hasil belajar
adalah suatu kinerja (performance)
yang diindikasikan sebagai suatu kemampuan yang diperoleh dari belajar. Nana
Sudjana berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar
dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara
terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan.
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti
suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun
kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap
siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi
atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu
institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses
pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian
(formatif), nilai ulangan tengah semester (subsumatif), dan nilai ulangan
semester (sumatif). Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang dimaksud hasil
belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata
pelajaran Pengetahuan Sosial. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses
pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini
terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab para pesert didik, dan
tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas.
Ulangan harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Tujuan
ulangan harian untuk memperbaiki modul dan program pembelajaran serta sebagai
bahan pertimbangan dalam memberikan nilai bagi para peserta didik.
Ada tiga indicator hasil belajar, (Acep Supriadi:2011), yaitu:
1.
Efektivitas Pembelajaran, diukur dari tingkat keberhasilan
(prestasi) siswa dari berbagai sudut;
2.
Efisiensi Pembelajaran, diukur dari waktu belajar dan/atau biaya
pembelajaran;
3.
Daya Tarik Pembelajaran, diukur dari tendensi siswa ingin belajar
secara terus menerus dan mandiri (learning
how to learn)
Menurut Dalyono (2007:55), faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar:
1. Faktor internal yang berasal dari dalam
diri,yang minat inovasi-inovasi,intelegensi, bokarta, dan cara belajar.
2. Faktor eksternal ( luar diri ) yang
meliputi : keluarga , sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.
Tujuan
pembelajaran dikenal dengan istilah taksonomi hasil belajar dikemukakan oleh
Benjamin Bloom (Slameto, 2003: 76) dengan suatu hirarki sebagai berikut :
1. Tingkat
pengenalan pengetahuan. Pada tahap ini
siswa mampu mengingat kembali informasi yang telah diterima sebelumnya dengan
mengidentifikasi, memilih, menyebutkan nama dan membuat daftar.
2. Pemahaman. Berhubungan dengan kemampuan siswa untuk
menjelaskan dengan kata-kata sendiri, seperti membedakan, menjelaskan,
menyimpulkan, merangkum, dan memperkirakan.
3. Penerapan. Kemampuan siswa untuk menggunakan atau
menerapkan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi atau
konteks yang lain atau yang baru.
4. Analisis. Kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan,
dan membedakan komponen-komponen untuk melihat atau tidaknya penyimpangan. Menunjukkan hubungan diantara berbagai gagasan
tersebut dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip
atau rosedur yang telah dipelajari.
5. Sintesis. Mampu mengkombinasikan bagian atau elemen
kedalam satu kesatuan atau struktur yang lebih besar seperti menciptakan,
mendesain, memformulasikan, dan membuat prediksi.
6. Evaluasi. Tingkatan paling tinggi agar mampu membuat
penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu.
1.2 Hakikat Aktivitas Siswa
Aktivitas belajar akan terjadi pada diri
pembelajar apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori
sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan setelah adanya situasi
stimulus tersebut (Anni, 2004:4).
Perubahan perilaku pada diri pembelajar itu menunjukkan bahwa pembelajar telah
melakukan aktivitas belajar.
Menurut Dierick (Hamalik, 2001: 82),
aktivitas belajar dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu:
a. kegiatan-kegiatan visual, misalnya: membaca,
melihat, gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan
mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. kegiatan-kegiatan lisan (oral), misalnya:
mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan
interupsi.
c. kegiatan-kegiatan mendengarkan, misalnya:
mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok,
mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d. kegiatan-kegiatan menulis, misalnya: menulis
cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat
rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
e. kegiatan-kegiatan
menggambar, misalnya: menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan
pola.
6.
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif
mengandung beberapa unsur, yaitu: saling ketergantungan positif, interaksi
tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan menjalin hubungan
antarpribadi. Sedangkan menurut Muslimin Ibrahim, dan kawan-kawan (2000),
unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah: (1) siswa dalam kelompoknya
haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”; (2) siswa
bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya; (3) siswa haruslah
melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4)
siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya; (5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
hadiah/penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa berbagi kepemimpinan untuk
belajar bersama; (7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johnson
dan Johnson (1984) dalam Nurhadi (2003) dalam Kunandar (2010) menunjukkan
adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai
berikut:
·
Memudahkan siswa melakukan penyesuaian
sosial
·
Mengembangkan kegembiraan belajar yang
sejati
·
Memungkinkan siswa saling belajar
mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan
·
Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya
nilai-nilai sosial dan komitmen
·
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan
sosial
·
Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau
gagasan sendiri
·
Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
·
Meningkatkan rasa harga diri (self esteem) dan penerimaan diri (self acceptance)
·
Meningkatkan hubungan positif antara
siswa dengan guru dan personel sekolah
·
Meningkatkan pandangan siswa terhadap
guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik, tetapi juga
perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi
·
Meningkatkan pandangan siswa terhadap
guru yang bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik
Disamping
kelebihan-kelebihan di atas, terdapat pula beberapa kelemahan pembelajaran
kooperatif, yaitu:
·
Guru khawatir akan terjadi
kekacauan/keributan di kelas
·
Banyak siswa tidak senang apabila disuruh
bekerja sama dengan yang lain
·
Perasaan was-was pada anggota kelompok
akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus
berinteraksi dengan anggota kelompok
·
Banyak perasaan takut pada siswa akan
tidak terbaginya secara merata atau adil akan tugas/pekerjaan yang harus
diselesaikan dalam kelompok
7.
Pembelajaran Kooperatif dengan Model Bertukar Pasangan
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu. (Ansyori Ahmad: 2010). Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan
nenurut Joyce (1996) dalam Ansyori Ahmad (2010) selain memiliki tujuan dan
asumsi, sebuah model pembelajaran juga memiliki lima unsur karakteristik model
yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak
instruksional dan dampak pengiring.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas yaitu
model bertukar pasangan. Model ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. (Desi, diakses
pada tanggal 13 April 2010 pukul 18.30). Siswa berpasangan kemudian bergabung
dengan pasangan lain dan bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan
mengukuhkan jawaban masing-masing.
Adapun langkah-langkah model ini adalah:
1.
Setiap
siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa
menunjukkan pasangannya).
2.
Guru
memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3.
Setelah
selesai setiap siswa yang berpasangan bergabung dengan satu pasangan lain.
4.
Kedua
pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini
saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5.
Temuan
baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan
semula.
Kelebihan model bertukar pasangan:
1.
Siswa
dilatih untuk dapat bekerjasama, mempertahankan pendapat.
2.
Semua
siswa terlibat.
Kekurangan model bertukar pasangan:
1.
Memerlukan
waktu yang lama.
2.
Guru
tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing. (Kiranawati, Model-Model,
diakses pada tanggal 13 April 2010 pukul 15.20)
8.
Hakikat Media, Media Gambar dan Video
8.1
Konsep Dasar Media dan Media
Pembelajaran
Media berasal dari kata latin, merupakan
bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai
arti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau
usaha dalam penyampaian pesan. Istilah media digunakan dalam bidang pengajaran
atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media
pembelajaran.
Menurut Seel dan Richey (1994)
dalam Acep Supriadi (2010), media adalah alat komunikasi, segala sesuatu yang
membawa informasi, pesan-pesan dari sumber informasi kepada penerimanya
mencakup film, TV, bahan cetak, radio, diagram, tabel, powerpoint, dan lain-lain. Sehingga media merupakan semua bentuk
alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dengan tujuan
pembelajaran.
Acep menyebutkan bahwa media
pembelajaran merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran yang berfungsi
untuk mempercepat pencapaian tujuan dan peningkatan kualitas pembelajaran.
Dalam makalahnya beliau menyebutkan beberapa syarat media pembelajaran yaitu:
(1) actual dan konkrit; (2) menarik dan mencolok; (3) representative dan
komprehensif; (4) jelas dan operasional; (5) ineraktif dan komunikatif; (6)
canggih, global, dan teknologis; (7) bermakna dan fresh; (8) terfokus, tepat,
dan optimal; dan (9) relevan dan kreatif.
Menurut Brown (1973) dalam Acep
Supriadi (2011), media pembelajaran dapat mempengaruhi efektivitas
pembelajaran. Pada mulanya media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat
bantu guru untuk mengajar (visual), tapi sekarang media merupakan ala yang
dijadikan jembatan yang menghubungkan materi pembelajaran dengan dunia nyata
dan menghadirkannya dihadapan siswa.
a.
Macam-Macam Media Pembelajaran
Macam-macam media pembelajaran,
yaitu:
1) Media Visual, contohnya: grafik,
diagram, chart, bagan, poster,
kartun, dan komik;
2) Media Audio, contohnya: radio, tape recorder, laboratorium, dan
lain-lain.
3) Projected Still Media, contohnya: slide microsoft powerpoint (PPt), Liquid
Crystal Display (LCD), In Focus, Over Head Projector(OHP), dan lain-lain.
4) Media Audio Visual, contohnya: film, TV,
video (VTR, VCD, DVD), computer, dan lain-lain.
Sedangkan
menurut Yatim Riyanto, (2011), dalam makalahnya yang berjudul Penulisan Bahan
Ajar Buku/Modul, menyebutkan pengertian media adalah sesuatu yang dapat
menyalurkan informasi/pesan dari sumber informasi/pesan (komunikator) ke
penerima informasi/pesan (komunikan). Manfaat media pembelajaran (Kemp dan
Dayton, 1985, dalam Yatim Riyanto, 2011) adalah: (1) proses pembelajaran
menjadi lebih menarik; (2) proses pembelajaran menjadi lebih interaktif; dan
(3) waktu pembelajaran dapat lebih efisien.
b.
Media
Gambar
Diantara media pembelajaran, media gambar
adalah media yang paling umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai
gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan
persyaratan yang baik, sudah tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran.
Alat peraga dapat memberi gagasan dan
dorongan kepada guru dalam mengajar anak-anak di sekolah dasar. Sehingga tidak
tergntung pada gambar dalam buku teks, tetapi dapat lebih kreatif dalam
mengembangkan alat peraga agar para murid menjadi senang belajar tentang
sejarah.
Menurut Rahadi (2003:27-28) ada beberapa
karakteristik media gambar, yaitu:
1) Harus autentik, artinya dapat menggambarkan obyek atau peristiwa seperti
siswa melihat langsung
2) Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam
gambar tersebut
3) Ukuran gambar proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran yang
sesungguhnya benda atau obyek yang digambar
4) Memadukan antara keindahan dan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan
pembelajaran
Menurut Basuki dan Farida (2001: 42) dalam Sriyanto
(2010), mengemukakan kelebihan dan keterbatasan media gambar, yaitu:
1)
Kelebihan
media gambar:
a)
Umumnya
murah harganya
b)
Mudah
didapat
c)
Mudah
digunakan
d)
Dapat
memperjelas suatu masalah
e)
Lebih
realistis
f)
Dapat
membantu mengatasi keterbatasan pengamatan
g)
Dapat
mengatasi keterbatasan ruang
2)
Keterbatasan
media gambar :
a)
Semata-mata
hanya medium visual
b)
Ukuran
gambar seringkali kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok besar
c)
Memerlukan
ketersediaan sumber ketrampilan dan kejelian guru untuk dapat memanfaatkannya.
Sedangkan menurut Arif S. Sadiman (1992: 29)
mengemukakan kelebihan dan keterbatasan media gambar adalah:
1)
Kelebihan
media gambar :
a)
Sifatnya
konkrit : lebih realistis menunjukkan pokok masalah yang dibandingkan dengan gambar
verbal semata
b)
Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu
c)
Gambar
dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita
d)
Dapat
memperjelas suatu masalah kesalah pahaman dalam bidang apa saja, sehingga dapat
mencegah atau membetulkan keslah pahaman
e)
Murah harganya
dan gampang di dapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus
2)
Kelemahan
media gambar :
a)
Hanya
menekankan persepsi indra mata
b)
Gambar
benda yang terlaku kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran
c)
Ukurannya
sangat terbatas untuk kelompok besar
d)
Memerlukan
keterbatasan sumber dan ketrampilan kejelian untuk dapat memanfaatkannya.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat di simpulkan
fungsi dari media gambar adalah :
1)
Kelebihan media gambar
b)
Sifatnya
konkrit
b)
Dapat
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu
c)
Dapat
mengatasi keterbatsan pengamatan
d)
Murah
harganya
2)
Keterbatasan
media gambar:
a)
Hanya
medium biasa
b)
Ukurannya
sangat terbatas untuk kelompok besar
c.
Media Video
1)
Pengertian Video
Video adalah teknologi pemrosesan sinyal
elektronik yang mewakilkan gambar bergerak. Aplikasi umum di teknologi video
adalah televisi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:
1119) mengartikan video dengan: 1) bagian yang memancarkan gambar pada pesawat
televisi; 2) rekaman gambar hidup untuk ditayangkan pada pesawat televisi.
Smaldino (2008: 374) dalam Saiful Amien (2010) mengartikannya dengan “the
storage of visuals and their display on television-type screen”
(penyimpanan/perekaman gambar dan penanyangannya pada layar televisi).
Dari beberapa definisi di
atas, dapat disimpulkan bahwa video itu berkenaan dengan apa yang dapat
dilihat, utamanya adalah gambar hidup (bergerak; motion), proses perekamannya, dan penayangannya yang
tentunya melibatkan teknologi.
Karenanya,
banyak orang yang memahami video dalam dua pengertian:
1. sebagai rekaman gambar hidup. Aplikasi
umum dari video adalah televisi
atau media proyektor lainnya; dan
2. sebagai teknologi,
yaitu teknologi pemrosesan sinyal
elektronik mewakilkan gambar
bergerak. (Saiful Amien: 2010).
2) Kelebihan dan Kekurangan Media Video Pembelajaran
Ada
banyak kelebihan video ketika digunakan sebagai media pembelajaran di antaranya
menurut Nugent (2005) dalam Smaldino dkk (2008: 310), video merupakan media
yang cocok untuk pelbagai macam pembelajaran, seperti kelas, kelompok kecil,
bahkan satu siswa seorang diri sekalipun. Hal itu, tidak dapat dilepaskan dari
kondisi para siswa saat ini yang tumbuh berkembang dalam dekapan budaya
televisi, di mana paling tidak setiap 30 menit menayangkan program yang
berbeda. Dari itu, video dengan durasi yang hanya beberapa menit mampu
memberikan keluwesan lebih bagi guru dan dapat mengarahkan pembelajaran secara
langsung pada kebutuhan siswa.
Selain
itu, menurut Smaldino sendiri, pembelajaran dengan video multi-suara bisa
ditujukan bagi beragam tipe pebelajar. Teks bisa didisplay dalam aneka bahasa
untuk menjelaskan isi video. Beberapa DVD bahkan menawarkan kemampuan
memperlihatkan suatu objek dari pelbagai sudut pandang yang berbeda. Disc juga
memberikan fasilitas indeks pencarian melalui judul, topik, jejak atau
kode-waktu untuk pencarian yang lebih cepat.
Video
juga bisa dimanfaatkan untuk hampir semua topik, tipe pebelajar, dan setiap
ranah: kognitif, afektif, psikomotorik, dan interpersonal. Pada ranah kognitif,
pebelajar bisa mengobservasi rekreasi dramatis dari kejadian sejarah masa lalu
dan rekaman aktual dari peristiwa terkini, karena unsur warna, suara dan gerak
di sini mampu membuat karakter berasa lebih hidup. Selain itu menonton video,
setelah atau sebelum membaca, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi
ajar.
Pada
ranah afektif, video dapat memperkuat siswa dalam merasakan unsur emosi dan
penyikapan dari pembelajaran yang efektif. Membuat mereka tertawa
terbahak-bahak (atau hanya tersenyum) karena gembira, atau sebaliknya menangis
berurai air mata karena sedih. Dan lebih dari itu, menggiring mereka pada
penyikapan seperti menolak ketidakadilan, atau sebaliknya pemihakan kepada yang
tertindas.
Pada
ranah psikomotorik, video memiliki keunggulan dalam memperlihatkan bagaimana
sesuatu bekerja. Misalnya dalam mendemonstrasikan bagaimana tatacara merangkai
bunga, membuat origami pada anak-anak TK, atau memasak pada pelajaran tataboga
dan lain sebagainya. Semua itu akan terasa lebih simpel, mendetail, dan bisa
diulang-ulang. Video pembelajaran yang merekam kegiatan motorik siswa juga
memberikan kesempatan pada mereka untuk mengamati dan mengevaluasi kerja
praktikum mereka, baik secara pribadi maupun feedback dari teman-temannya.
Sedangkan
pada ranah meningkatkan kompetensi interpersonal, video memberikan kesempatan
pada mereka untuk mendiskusikan apa yang telah mereka saksikan secara
berjama’ah. Misalnya tentang resolusi konflik dan hubungan antar sesama, mereka
bisa saling mengobservasi dan menganalisis sebelum menyaksikan tayangan video. Lebih
dari itu, manfaat dan karakteristik lain dari media video atau film dalam
meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses pembelajaran, di antaranya adalah
(Munadi, 2008: 127; Smaldino, 2008: 311-312):
·
Mengatasi jarak dan waktu
·
Mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu
secara realistis dalam waktu yang singkat
·
Dapat membawa siswa berpetualang dari negara satu
ke negara lainnya, dan dari masa yang satu ke masa yang lain.
·
Dapat diulang-ulang bila perlu untuk menambah
kejelasan
·
Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat.
·
Megembangkan pikiran dan pendapat para siswa
·
Mengembangkan imajinasi
·
Memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan
penjelasan yang lebih realistik
·
Mampu berperan sebagai media utama untuk
mendokumentasikan realitas sosial yang akan dibedah di dalam kelas
·
Mampu berperan sebagai storyteller yang dapat
memancing kreativitas peserta didik dalam mengekspresikan gagasannya.
Selain
kelebihan, video/film juga memiliki kekurangan, di antaranya: sebagaimana media
audio-visual yang lain, video juga terlalu menekankan pentingnya materi
ketimbang proses pengembangan materi tersebut; pemanfaatan media ini juga
terkesan memakan biaya tidak murah, dan penanyangannya juga terkait peralatan
lainnya seperi videoplayer, layar bagi kelas besar beserta LCDnya, dan
lain-lain.
B.
Kerangka Berpikir
a.
Kondisi awal
Hasil belajar siswa rendah, guru kurang
memfasilitasi aktivitas siswa dan aktivitas kelompok dalam pembelajaran Pengetahuan
Sosial, siswa masih pasif dalam menerima pembelajaran, kinerja siswa kurang
memuaskan dalam pembelajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa perlu
ditingkatkan melalui peningkatan proses pembelajaran dengan menggunakan media
yang relevan dan model yang menarik.
b.
Tindakan
Menerapkan pembelajaran Pengetahuan Sosial
tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia dengan media gambar dan video melalui
model Bertukar Pasangan yang akan dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus. Setiap
siklus akan dilakukan sebanyak 2 x pertemuan, dengan alokasi waktu 30 menit per
jam pelajaran.
c.
Kondisi
Akhir
Yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
adanya peningkatan dalam hasil belajar siswa baik sendiri maupun kelompok,
serta hasil belajar melalui media gambar dan video.
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan
kerangka berpikir sebagai berikut: ”diduga dengan media gambar dan video
melalui model Bertukar Pasangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia pada
kelas V Semester 2 SDN Binturu Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2010/2011”.
C.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka
hipotesis pada penelitian ini adalah ”Penggunaan Media Gambar dan Video melalui
Model Bertukar Pasangan dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Kelas V Semester 2 SDN Binturu Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2010/2011”.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan mengenai hasil belajar, meningkat dengan signifikansi
hasilnya dapat dilihat dari indicator sebagai berikut:
1.
Hasil
belajar siswa kelas V semester 2 SDN Binturu Kecamatan Kelua.pada mata
pelajaran IPS materi tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia mengalami
peningkatan dengan menggunakan media gambar dan video melalui model bertukar
pasangan
2.
Aktivitas
siswa kelas V semester 2 SDN Binturu pada pembelajaran Sejarah Kemerdekaan
Indonesia mengalami peningkatan dengan media gambar dan video melalui model
bertukar pasangan.
3.
Aktivitas
guru pada pembelajaran Sejarah Kemerdekaan Indonesia mengalami peningkatan
kefektifannya dalam mengelola pembelajaran dengan media gambar dan video
melalui model bertukar pasangan.
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan
tersebut di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran antara lain :
1. Dalam melaksanakan
pembelajaran yang menggunakan model bertukar pasangan dengan media gambar dan
video, hendaknya guru lebih memperhatikan aktivitas siswa agar sepenuhnya dapat
berada dalam suasana pembelajaran, lebih banyak bertanya jawab dan memberikan
penghargaan kepada siswa. Serta lebih efektif lagi mengalokasikan waktu supaya
waktu yang digunakan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
2. Kepada siswa disarankan
agar terus belajar mencari informasi terlebih lagi saat berkelompok/berpasangan
dalam menyelesaikan tugas, gunakan waktu pada saat bertukar pasangan
sebaik-baiknya untuk memperoleh informasi yang diperlukan sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar.
4. Kepada guru IPS untuk
menjadikan pembelajaran dengan menggunakan model bertukar pasangan melalui
media gambar dan video sebagai alternative dalam melaksanakan pembelajaran
khususnya pada materi tentang Sejarah Kemerdekaan Indonesia.
3. Kepada Kepala Sekolah diharapkan
agar selalu memberikan bimbingan melalui kegiatan supervise pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, dan pada akhirnya akan
berakibat pula pada meningkatnya kualitas pendidikan sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar